Rabu, 27 April 2011

Fenomena Copy Paste Tugas Mahasiswa


Oleh : Suryani Musi

Samata (19/4/2011) Jangan kaget ketika masih terlalu pagi (sekitar pukul 7.30) Anda  telah mendapati mahasiswa yang nongkrong seraya membuka akun facebook di lobi Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, (Selasa 19/04/2011).
            Itu belum seberapa, ketika Anda mulai naik ke lantai dua, lantai tiga, dan seterusnya maka Anda pastinya akan mendapati mahasiwa yang asyik dengan dunia facebooknya.  Seperti  tulisan Dr. Firdaus Muhammad, MA sekretaris Jurusan Jurnalistik UIN  dimuat oleh koran kampus, Washilah edisi Maret 2011.
            Menengok kreatifitas mahasiswa dalam kaitannya pada komitmen keilmuan belum menjadi kesadaran kolektif, namun lebih personal. Tradisi keilmuan untuk mengasah intelektualitas mahasiswa, menipis. Hal ini jika yang dijadikan ukuran pada aktivitas keilmuan melalui diskusi terbatas dan seminar di luar materi perkuliahan.
            Sejumlah kumpulan mahasiswa di bawah pohon rindang dan hamparan lapangan rumput yang asri dalam lingkaran kampus UIN, nyatanya hanya sebagian dari kelompok kajian yang ekslusif dan bersifat doktriner. Sebatas pengajian majelis ta’lim, bukan diskusi untuk pencerahanan keilmuan melalui pencarian dalam altar  wacana pemikiran kritis.
Fenomena keilmuan mahasiswa yang disaksikan di pelataran kampus yang mewah, sejumlah mahasiwa berkumpul dan sebagian menyendiri atau dalam kerumunan kecil  dengan peralatan cangih, laptop. Nyatanya, sebagian mereka asyik masyuk catting dan facebook. Selain itu, pada gelintiran mahasiswa, dalam menulis makalah sebagian besar hasil download di internet.
Sayangnya, mereka kadang menempuh jalur pintas, copy paste. Hasilnya, lahirlah makalah  yang kadang redaksi bahasanya tidak runtut dan miskin rujukan. Latahnya lagi, sebagian mahasiswa yang melakukan hal itu tidak memahami substansi gagasan dari makalah yang ditulisnya. Diyakini, jika kreatifitas mahasiswa hanya terbatas pada tradisi keilmuan demikian, maka harapan melahirkan sarjana yang mengintegrasikan keilmuan agama dan non agama, melahirkan sikap fesimis yang akut.
Fenomena pengembangan tradisi keilmuan mahasiswa di kampus masih di persimpangan jalan. Hal ini dikuatkan melemahnya tradisi diskusi di pelataran kampus dengan mengusung  wacana kritis tadi. Selama ini ditemukan kerumunan sekelompok mahasiswa hanya penggiat diskusi yang mewacanakan syariat Islam dan khilafah sehingga kajiannya bersifat doktriner dengan mengusung ideologi tertentu, bukan kritis.
Kreatifitas membangun tradisi keilmuan di luar bangku kuliah sejatinya dilakukan di alam terbuka dalam area kampus yang dipelopori mahasiswa sendiri. Sesekali mengundang dosen atau senior yang diyakini memiliki kompetensi kelimuan di luar kurikulum perkuliahan. Hal ini penting untuk meningkatkan daya kritis mahasiswa melalui argumen akademis. Selama ini, jika mendengar orasi mahasiswa yang melakukan demonstrasi kadang bias karena tidak didukung pemahaman memadai dalam memaknai isu yang mereka gulirkan.
Firdaus ke depannya berharap, menghadirkan diskusi di pelataran kampus juga semestinya diarahkan untuk mengasah intelektualitasnya dalam merancang bangunan gagasan melalui keterampilan menulis ide-ide kritis yang dihasilkan dalam diskusi berkesinambungan dengan tema variatif. Kreatifitas menulis ide-ide cerdas mahasiwa menjadi penting untuk menarasikan sistematika pemikirannya yang utuh.
Jika menengok tradisi keilmuan Islam di Indonesia, tampaknya sejumlah intelektual muslim yang menulis buku dengan sistematika dan metodologi penulisan untuk sebuah buku, jumlahnya sangat minim. Yang banyak ditemui di toko buku adalah buku yang berisi kumpulan tulisan para intelektual yang sebenarnya “lahir” dari tangan-tangan kreatif kaum muda sebagai respon terhadap tokoh yang dikaguminya sehingga mereka terobsesi dalam mensosialisaikan pemikiran tokoh-tokoh tersebut.


1 komentar: